Ahmad
Wahib
Ketika membaca
buku tentang Soe Hok Gie, saya tertarik dengan suatu catatan yang katanya
bersumber dari seseorang yang bernama Ahmad Wahib. Aku bukan nasionalis, bukan
katolik, bukan sosialis. Aku bukan buddha, bukan protestan, bukan westernis.
Aku bukan komunis. Aku bukan humanis. Aku adalah semuanya. Mudah-mudahan inilah
yang disebut muslim. Aku ingin orang menilai dan memandangku sebagai suatu
kemutlakan (absolute entity) tanpa menghubung-hubungkan dari kelompok mana saya
termasuk serta dari aliran apa saya berangkat. Memahami manusia sebagai
manusia. (Catatan Harian 9 Oktober 1969)
Begitu saya
renungkan ternyata kata-kata tersebut memiliki arti dan makna yang sangat bagus
dan indah, sehingga saya tertarik untuk mengetahui siapa sebenarnya Ahmad Wahib
tersebut. Sekelumit data pribadi beliau yang bisa saya dapatkan, sedangkan
biografi lengkapnya masih dalam tahap pencarian.
Ahmad Wahib adalah seorang budayawan, dan
pemikir Islam yang lahir pada tanggal 9 November 1942 di Sampang Madura. Semasa
hidupnya yang singkat banyak membuat catatan permenungan yang juga telah
dibukukan dalam Pergolakan Pemikiran Islam. Pada tanggal 31 Maret 1973, Ahmad
Wahub meninggal dunia karena ditabrak sepeda motor di depan kantor majalah Tempo, tempat di mana
ia bekerja sebagai calon reporter.
Dibawah
ini adalah beberapa catatan harian dari Ahmad Wahib:
Aku tidak mengerti keadaan di
Indonesia ini. Ada orang yang sudah sepuluh tahun jadi tukang becak. Tidak
meningkat-ningkat. Seorang tukang cukur bercerita bahwa dia sudah 20 tahun
bekerja sebagai tukang cukur. Penghasilannya hampir tetap saja. Bagaimana ini?
(Catatan Harian 6 Juni 1969)
Tuhan, bisakah
aku menerima hukum-Mu tanpa meragukannya lebih dahulu? Karena itu Tuhan,
maklumilah lebih dulu bila aku masih ragu akan kebenaran hukum-hukum-Mu. Jika
Engkau tak suka hal itu, berilah aku pengertian-pengertian sehingga keraguan
itu hilang. Tuhan, murkakah Engkau bila aku berbicara dengan hati dan otak yang
bebas, hati dan otak sendiri yang telah Engkau berikan kpadaku dengan kemampuan
bebasnya sekali ? Tuhan, aku ingin bertanya pada Engkau dalam suasana bebas.
Aku percaya, Engkau tidak hanya benci pada ucapan-ucapan yang munafik, tapi
juga benci pada pikiran-pikiran yang munafik, yaitu pikiran-pikiran yang tidak
berani memikirkan yang timbul dalam pikirannya, atau pikiran yang pura-pura
tidak tahu akan pikirannya sendiri ( Catatan Harian 9 Juni 1969)
Memang aku dahaga. Dahaga akan segala pengaruh. Karena
itu kubuka bajuku, kusajikan tubuhku yang telanjang agar setiap bagian dari
tubuhku berkesempatan memandang alam luas dan memperoleh bombardemen dari segala
penjuru. Permainan yang tak akan pernah selesai ini sangat mengasyikan.(Catatan
Harian 6 Oktober 1969)
Pada saat ini
terlihat bahwa seluruh sikap-sikap mental mengalami degradasi di Indonesia,
termasuk sikap mental bertanggung jawab. Beberapa orang yang pada mulanya
kelihatan sangat potent untuk berwatak penuh tanggung jawab, ternyata menjadi
pelempar tanggung jawab. Ada suatu bahaya bahwa masyarakat Indonesia akan
menjadi society of responsibility shifters. Karena itu dari kalangan anak-anak
muda di samping orang-orang tua, haros tampil beberapa orang yang berani
melawan arus ini dan menegakan suatu masyarakat yang bertanggung jawab.
(Catatan Harian 20 Februari 1970)
Dengan membaca aku
melepaskan diri dari kenyataan yaitu kepahitan hidup. Tanpa membaca aku
tenggelam sedih. Tapi sebentar lagi akan datang saatnya dimana aku tidak bisa
lagi lari dari kenyataan. Kenyataan yang pahit tidak bisa dihindari
teris-menerus berhubung dualitas diri yaitu jasmani dan roahani. Sebentar lagi
kenyataan akan menangkapku dan aku belum tahu bagaimana saat itu harus
kuhadapi. Saat itu adalah saat yang paling pahit. (Catatan Harian 20 April
1970)
Cara bersikap kita terhadap ajaran Islam,
Qur’an dan lain-lain sebagaimana terhadap Pancasila harus berubah, yaitu dari
sikap sebagai insan otoriter menjadi sikap insan merdeka, yaitu insan yang
produktif, analitis dan kreatif. ( Catatan Harian 16 Agustus 1970)
Kita kaum pembaharu muslim masih terlalu banyak
menoleh kebelakang. Kita masih telalu sibuk melayani serangan-serangan dari
orang-orang muslim tradisional. Kalau ini sampai berjalan lama dan menjadi
kebiasaan saya kuatir kaum pembaharu akan terlibat dalam apologi bentuk baru,
yaitu apologi terhadap ide-ide pembaharuan (yang sudah ada) melawan kaum
tradisional. Bila ini sudah terjadi maka terhentilah sebenarnya kerja
pembaharuan kita. Umur pembaharuan dikalangan muslim masih terlalu muda. Karena
itu saya sangat kuatir bila dia menyibukan diri untuk: 1. menangkis dan
menyerang muslim-muslim tradisional dengan faham-fahamnya yang sudah lama
tersusun; 2. untuk menyebarkan pikiran-pikirannya yang notabene belum matang,
belum lengkap dan jauh dari utuh. Karena itu sebaiknya kaum pembaharu
memusatkan diri pada ketekunan pemikiran dan perenungan alam suatu grup kecil
untuk mengolah dan mengembangkan konsep-konsep yang ada agar relatif matang,
lengkap dan utuh. Kalau ini tidak dilakukan saya kuatir kita akan menjadi budak
yang mau maju terus dan malu untuk sewaktu-waktu mundur bila kadang-kadang
salah. (Catatan Harian 10 April 1972)
Tuhan, aku menghadap padamu bukan hanya di
saat-saat aku cinta padamu, tapi juga di saat-saat aku tak cinta dan tidak
mengerti tentang dirimu, di saat-saat aku seolah-olah mau memberontak terhadap
kekuasaanmu. Dengan demikian Rabbi, aku berharap cintaku padamu akan pulih
kembali. (Catatan Harian)
KPP HMI FT USU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar